Minggu, 26 Februari 2012

Kisah Ashabul Kahfi

Kisah ini begitu kesohor. Dengan kekuasaan-Nya, Allah Subhanahu wa Ta’ala menidurkan sekelompok pemuda yang berlindung di sebuah gua selama 309 tahun. Apa hikmah di balik ini semua?

Ashhabul Kahfi adalah para pemuda yang diberi taufik dan ilham oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala sehingga mereka beriman dan mengenal Rabb mereka. Mereka mengingkari keyakinan yang dianut oleh masyarakat mereka yang menyembah berhala. Mereka hidup di tengah-tengah bangsanya sembari tetap menampakkan keimanan mereka ketika berkumpul sesama mereka, sekaligus karena khawatir akan gangguan masyarakatnya. Mereka mengatakan:

رَبُّنَا رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ لَنْ نَدْعُوَ مِنْ دُوْنِهِ إِلَهًا لَقَدْ قُلْنَا إِذًا شَطَطًا

“Rabb kami adalah Rabb langit dan bumi, kami sekali-kali tidak akan menyeru Rabb selain Dia, sesungguhnya kami kalau demikian telah mengucapkan perkataan yang jauh.” (Al-Kahfi: 14)
Yakni, apabila kami berdoa kepada selain Dia, berarti kami telah mengucapkan suatu شَطَطًا (perkataan yang jauh), yaitu perkataan palsu, dusta, dan dzalim.
Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan perkataan mereka selanjutnya:

هَؤُلاَءِ قَوْمُنَا اتَّخَذُوا مِنْ دُوْنِهِ آلِهَةً لَوْلاَ يَأْتُوْنَ عَلَيْهِمْ بِسُلْطَانٍ بَيِّنٍ فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللهِ كَذِبًا

“Kaum kami ini telah mengambil sesembahan-sesembahan selain Dia. Mereka tidak mengajukan alasan yang terang (tentang keyakinan mereka?) Siapakah yng lebih dzalim daripada orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah?” (Al-Kahfi: 15)
Ketika mereka sepakat terhadap persoalan ini, mereka sadar, tidak mungkin menampakkannya kepada kaumnya. Mereka berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar memudahkan urusan mereka:

رَبَّنَاآتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا

"Wahai Rabb kami, berilah kami rahmat dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami." (Al-Kahfi: 10)
Mereka pun menyelamatkan diri ke sebuah gua yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala mudahkan bagi mereka. Gua itu cukup luas dengan pintu menghadap ke utara sehingga sinar matahari tidak langsung masuk ke dalamnya. Kemudian mereka tertidur dengan perlindungan dan pegawasan dari Allah selama 309 tahun. Allah Subhanahu wa Ta’ala buatkan atas mereka pagar berupa rasa takut meskipun mereka sangat dekat dengan kota tempat mereka tinggal. Allah Subhanahu wa Ta’ala sendiri yang menjaga mereka selama di dalam gua. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَنُقَلِّبُهُمْ ذَاتَ الْيَمِيْنِ وَذَاتَ الشِّمَالِ

“Dan Kami bolak-balikkan mereka ke kanan dan ke kiri.” (Al-Kahfi: 18)
Demikianlah agar jasad mereka tidak dirusak oleh tanah. Setelah tertidur sekian ratus tahun lamanya, Allah Subhanahu wa Ta’ala membangunkan mereka لِيَتَسَاءَلُوا (agar mereka saling bertanya), dan supaya mereka pada akhirnya mengetahui hakekat yang sebenarnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

قَالَ قَائِلٌ مِنْهُمْ كَمْ لَبِثْتُمْ قَالُوا لَبِثْنَا يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ قَالُوا رَبُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَا لَبِثْتُمْ فَابْعَثُوا أَحَدَكُمْ بِوَرِقِكُمْ هَذِهِ إِلَى الْمَدِْينَةِ

"Berkatalah salah seorang dari mereka: ‘Sudah berapa lama kalian menetap (di sini)?’ Mereka menjawab: ‘Kita tinggal di sini sehari atau setengah hari.’ Yang lain berkata pula: ‘Rabb kalian lebih mengetahui berapa lamanya kalian berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kalian pergi ke kota membawa uang perakmu ini’.” (Al-Kahfi: 19)
Di dalam kisah ini terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah yang nyata. Di antaranya:
1. Walaupun menakjubkan, kisah para penghuni gua ini bukanlah ayat Allah yang paling ajaib. Karena sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala mempunyai ayat-ayat yang menakjubkan yang di dalamnya terdapat pelajaran berharga bagi mereka yang mau memerhatikannya.
2. Sesungguhnya siapa saja yang berlindung kepada Allah, niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala melindunginya dan lembut kepadanya, serta menjadikannya sebagai sebab orang-orang yang sesat mendapat hidayah (petunjuk). Di sini, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah bersikap lembut terhadap mereka dalam tidur yang panjang ini, untuk menyelamatkan iman dan tubuh mereka dari fitnah dan pembunuhan masyarakat mereka. Allah menjadikan tidur ini sebagai bagian dari ayat-ayat (tanda kekuasaan)-Nya yang menunjukkan kesempurnaan kekuasaan Allah dan berlimpahnya kebaikan-Nya. Juga agar hamba-hamba-Nya mengetahui bahwa janji Allah itu adalah suatu kebenaran.
3. Anjuran untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat sekaligus mencarinya. Karena sesungguhnya Allah mengutus mereka adalah untuk hal itu. Dengan pembahasan yang mereka lakukan dan pengetahuan manusia tentang keadaan mereka, akan menghasilkan bukti dan ilmu atau keyakinan bahwa janji Allah adalah benar, dan bahwa hari kiamat yang pasti terjadi bukanlah suatu hal yang perlu disangsikan.
4. Adab kesopanan bagi mereka yang mengalami kesamaran atau ketidakjelasan akan suatu masalah ilmu adalah hendaklah mengembalikannya kepada yang mengetahuinya. Dan hendaknya dia berhenti dalam perkara yang dia ketahui.
5. Sahnya menunjuk wakil dalam jual beli, dan sah pula kerjasama dalam masalah ini. Karena adanya dalil dari ucapan mereka dalam ayat:

فَابْعَثُوا أَحَدَكُمْ بِوَرِقِكُمْ هَذِهِ إِلَى الْمَدِيْنَة

“Maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota membawa uang perakmu ini.” (Al-Kahfi: 19)
6. Boleh memakan makanan yang baik dan memilih makanan yang disenangi atau sesuai selera, selama tidak berbuat israf (boros atau berlebihan) yang terlarang, berdasarkan dalil:

فَلْيَنْظُرْ أَيُّهَا أَزْكَى طَعَامًا فَلْيَأْتِكُمْ بِرِزْقٍ مِنْهُ

"Hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah dia membawa makanan itu untukmu." (Al-Kahfi: 19)
7. Melalui kisah ini kita dianjurkan untuk berhati-hati dan mengasingkan diri atau menjauhi tempat-tempat yang dapat menimbulkan fitnah dalam agama. Dan hendaknya seseorang menyimpan rahasia sehingga dapat menjauhkannya dari suatu kejahatan.
8. Diterangkan dalam kisah ini betapa besar kecintaan para pemuda yang beriman itu terhadap ajaran agama mereka. Dan bagaimana mereka sampai melarikan diri, meninggalkan negeri mereka demi menyelamatkan diri dari segenap fitnah yang akan menimpa agama mereka, untuk kembali pada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
9. Disebutkan dalam kisah ini betapa luasnya akibat buruk dari kemudaratan dan kerusakan yang menumbuhkan kebencian dan upaya meninggalkannya. Dan sesungguhnya jalan ini adalah jalan yang ditempuh kaum mukminin.
10. Bahwa firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

قَالَ الَّذِيْنَ غَلَبُوا عَلَى أَمْرِهِمْ لَنَتَّخِذَنَّ عَلَيْهِمْ مَسْجِدًا

“Orang-orang yang berkuasa atas urusan mereka berkata: ‘Sungguh kami tentu akan mendirikan sebuah rumah ibadah di atas mereka’.” (Al-Kahfi: 21)
Di dalam ayat ini terdapat dalil bahwa masyarakat di mana mereka hidup (setelah bangun dari tidur panjang) adalah orang-orang yang mengerti agama. Hal ini diketahui karena mereka sangat menghormati para pemuda itu sehingga sangat berkeinginan membangun rumah ibadah di atas gua mereka. Dan walaupun ini dilarang –terutama dalam syariat agama kita– tetapi tujuan diceritakannya hal ini adalah sebagai keterangan bahwa rasa takut yang begitu besar yang dirasakan oleh para pemuda tersebut akan fitnah yang mengancam keimanannya, serta masuknya mereka ke dalam gua telah Allah Subhanahu wa Ta’ala gantikan sesudah itu dengan keamanan dan penghormatan yang luar biasa dari manusia. Dan ini adalah ketetapan Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadap orang yang menempuh suatu kesulitan karena Allah, di mana Dia jadikan baginya akhir perjalanan yang sangat terpuji.
11. Pembahasan yang berbelit-belit dan tidak bermanfaat adalah suatu hal yang tidak pantas untuk ditekuni, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

فَلاَ تُمَارِ فِيْهِمْ إلاَّ مِرَاءً ظَاهِرًا

“Karena itu janganlah kamu (Muhammad) bertengkar tentang keadaan mereka, kecuali pertengkaran lahir saja.” (Al-Kahfi: 22)
12. Faedah lain dari kisah ini bahwasanya bertanya kepada yang tidak berilmu tentang suatu persoalan atau kepada orang yang tidak dapat dipercaya, adalah perbuatan yang dilarang. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan:

وَلاَ تَسْتَفْتِ فِيْهِمْ مِنْهُمْ أَحَدًا

"Dan jangan pula bertanya mengenai mereka (para pemuda itu) kepada salah seorang di antara mereka itu." (Al-Kahfi: 22)
Wallahu a’lam.

(Diambil dari Taisirul Lathifil Mannan karya Asy-Syaikh As-Sa’di rahimahullahu)

Jumat, 24 Februari 2012

Bagaiman kita berzakat?

Niat Zakat Orang membayarkan zakat harus dengan niat. Niat itu dengan ikhlas lillahi ta'ala, artinya zakat itu dilaksanakan karena diperintahkan diwajibkan oleh Allah, berharap semoga zakatnya diterima oleh Allah yang dengan sendirinya ia akan mendapat pahala balasan dan penuh keyakinan. Kesemuanya itu berdasar atas Al Qur'an surat Al Bayyinah (98:5): 'Mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam (menjalankan) agama dengan lurus'. Adapun pelaksanaan niat itu ialah pada waktu melaksanakan zakat. Waktu Membayarkan zakat itu harus pada waktu telah a'da kepastian wajib zakat. Tidak boleh ditunda-tunda, kecuali bila karena sesuatu keadaan yang memaksa belum dapat dilaksanakan, boleh ditunda sekedarnya. Hal itu berdasar atas hadis Bukhari dari Utbah bin Harits: 'Utbah bin Harits berkata: 'Saya shalat 'Ashar dengan Rasulullah, setelah salam beliau cepat cepat berdiri dan mendatangi salah seorang dari isterinya dan segera ke luar. Utbah tahu bahwa para sahabat keheran-heranan atas serba cepat Rasulullah itu. Akhirnya beliau menjelaskan: Saya sewaktu shalat teringat sebatang emas yang ada pada kami, saya tidak senang bila emas itu malam-malam masih ada pada kami, maka saya perintahkan untuk dibagi". Di samping yang demikian, bagi seorang yang telah dapat mengira-ngirakan bahwa dia akan berkewajiban zakat, diperbolehkan mengeluarkan zakatnya sebelum waktunya yang biasa dinamakan "Takjil" (menyegerakan), artinya membayarkan zakat sebelum waktu kepastiannya. Keadaan ini dapat terjadi disebabkan adanya mustahikkin yang demikian perlu segera menerima bagian. Sebagai contoh, zakat fitrah itu mulai diwajibkan pada terbenam matahan malam Idul Fithri, akan tetapi boleh ditakjil sejak mulai bulan Ramadlan. Berdoa waktu menerima zakat Siapa yang menerima pembagian zakat hendaklah mendoakan muzakki (orang yang berzakat). Dalam Al Qur'an surat Al Taubah (QS.9:103) Allah memerintahkan berdoa: 'Ambilah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu menjadi ketenteraman jiwa bagi mereka dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui'. Doa itu sebagaimana pernah diajarkan oleh Imam Syafi'i, sebagai berikut: "Semoga Allah memberi pahala atas apa yang engkau berikan dan semoga Allah memberi barokah atas
apa yang masih sisa/ada padamu'. Doa itu kurang diketahui oleh orang~rang yang biasa menerima zakat, sebaiknya mereka diberi pelajaran tentang doa itu agar pada setiap menerima zakat dapat berdoa, meskipun doa itu hanya diucapkan dalam bahasa Indonesia saja. Jlka kebetulan penerimaan zakat itu bersifat beramai-ramai, bersama sama, alangkah baiknya berdoa itu dilakukan juga bersama-sama. Jangan dipilih yang jelek-jelek Binatang ternak sapi, kerbau dan kambing tentu ada yang balk, gemuk, sehat, dan ada yang jelek, kurus, sakit sakitan, hasil bumi padi, jagung, anggur, singkong, kentang dan lain-lain ada pula yang baik dan ada pula yang jelek. Emas dan perak tentu ada yang murni dan ada yang campuran, atau berbeda-beda karatnya. Selanjutnya perlu diperhatikan : a. Jika pungutan zakat itu oleh pemerintah/penguasa janganlah mengambil yang baik-baik saja, ambilah yang sedang-sedang tingkatannya. Dalam hal ini pada waktu Rasulullah mengutus shahabat Muadz bin Jabal ke Yaman pesannya antara lain : "Jika mereka taat tentang pengeluaran zakat, maka berhati-hatilah jangan mengambil dari harta mereka untuk zakat yang baik-baik saja". b. Jika zakat itu dikeluarkan sendiri oleh muzakki, janganlah mengambil untuk zakat yang jelek-jelek ataupun yang sedang sedang, ambillah yang baik-baik. Hal itu ditegaskan di dalam Al Qur'an surat Al Baqarah (2:267) "Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji". Orang yang bershadaqah apakah wajib (zakat-red) ataukah sunah (infaq shadaqah-red) jangan sekali-kali membatalkan pahalanya. Allah berfirman: "Hai orang orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut~yebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia". (QS. 2 : 264). [yus/pkpu

Hadist 2

عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَيْضاً قَالَ : بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوْسٌ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيْدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيْدُ سَوَادِ الشَّعْرِ، لاَ يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ، وَلاَ يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ، حَتَّى جَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ وَقَالَ: يَا مُحَمَّد أَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِسْلاَمِ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : اْلإِسِلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَتُقِيْمَ الصَّلاَةَ وَتُؤْتِيَ الزَّكاَةَ وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ   وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً قَالَ : صَدَقْتَ، فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْأَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ، قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِيْمَانِ قَالَ : أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ. قَالَ صَدَقْتَ، قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِحْسَانِ، قَالَ: أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ . قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ السَّاعَةِ، قَالَ: مَا الْمَسْؤُوْلُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ. قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ أَمَارَاتِهَا، قَالَ أَنْ تَلِدَ اْلأَمَةُ رَبَّتَهَا وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُوْنَ فِي الْبُنْيَانِ، ثُمَّ انْطَلَقَ فَلَبِثْتُ مَلِيًّا، ثُمَّ قَالَ : يَا عُمَرَ أَتَدْرِي مَنِ السَّائِلِ ؟ قُلْتُ : اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَعْلَمَ . قَالَ فَإِنَّهُ جِبْرِيْلُ أَتـَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِيْنَكُمْ .  

[رواه مسلم]



Arti hadits / ترجمة الحديث :



Dari Umar radhiallahuanhu juga dia berkata : Ketika kami duduk-duduk disisi Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam suatu hari tiba-tiba datanglah seorang laki-laki yang mengenakan baju yang sangat putih dan berambut sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan jauh dan tidak ada seorangpun diantara kami yang mengenalnya. Hingga kemudian dia duduk dihadapan Nabi lalu menempelkan kedua lututnya kepada kepada lututnya (Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam) seraya berkata: “ Ya Muhammad, beritahukan aku tentang Islam ?”, maka bersabdalah Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam : “ Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada Ilah (Tuhan yang disembah) selain Allah, dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji jika mampu “, kemudian dia berkata: “ anda benar “. Kami semua heran, dia yang bertanya dia pula yang  membenarkan. Kemudian dia bertanya lagi: “ Beritahukan aku tentang Iman “. Lalu beliau bersabda: “ Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk “, kemudian dia berkata: “ anda benar“.  Kemudian dia berkata lagi: “ Beritahukan aku tentang ihsan “. Lalu beliau bersabda: “ Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau tidak melihatnya maka Dia melihat engkau” . Kemudian dia berkata: “ Beritahukan aku tentang hari kiamat (kapan kejadiannya)”. Beliau bersabda: “ Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya “. Dia berkata:  “ Beritahukan aku tentang tanda-tandanya “, beliau bersabda:  “ Jika seorang hamba melahirkan tuannya dan jika engkau melihat seorang bertelanjang kaki dan dada, miskin dan penggembala domba, (kemudian)  berlomba-lomba meninggikan bangunannya “, kemudian orang itu berlalu dan aku berdiam sebentar. Kemudian beliau (Rasulullah) bertanya: “ Tahukah engkau siapa yang bertanya ?”. aku berkata: “ Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui “. Beliau bersabda: “ Dia adalah Jibril yang datang kepada kalian (bermaksud) mengajarkan agama kalian “.

(Riwayat Muslim)



Catatan :

Hadits ini merupakan hadits yang sangat dalam maknanya, karena didalamnya terdapat pokok-pokok ajaran Islam, yaitu Iman, Islam dan Ihsan.

Hadits ini mengandung makna yang sangat agung karena berasal dari dua makhluk Allah yang terpercaya, yaitu: Amiinussamaa’ (kepercayaan makhluk di langit/Jibril) dan Amiinul Ardh (kepercayaan makhluk di bumi/ Rasulullah)



Pelajaran yang terdapat dalam hadits / الفوائد من الحديث :

Disunnahkan untuk memperhatikan kondisi  pakaian, penampilan dan kebersihan, khususnya jika menghadapi ulama, orang-orang mulia dan penguasa.

Siapa yang menghadiri majlis ilmu dan menangkap bahwa orang–orang yang hadir butuh untuk mengetahui suatu masalah dan tidak ada seorangpun yang bertanya, maka wajib baginya bertanya tentang hal tersebut meskipun dia mengetahuinya agar peserta yang hadir dapat mengambil manfaat darinya.

Jika seseorang yang ditanya tentang sesuatu maka tidak ada cela baginya untuk berkata: “Saya tidak tahu“,  dan hal tersebut tidak mengurangi kedudukannya.

Kemungkinan malaikat tampil dalam wujud manusia.

Termasuk tanda hari kiamat adalah banyaknya pembangkangan terhadap kedua orang tua. Sehingga anak-anak memperlakukan kedua orang tuanya sebagaimana seorang tuan memperlakukan hambanya.

Tidak disukainya mendirikan bangunan yang tinggi dan membaguskannya sepanjang tidak ada kebutuhan.

Didalamnya terdapat dalil bahwa perkara ghaib tidak ada yang mengetahuinya selain Allah ta’ala.

Didalamnya terdapat keterangan tentang adab dan cara duduk dalam majlis ilmu.

Hadist 1

عَنْ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ أَبِيْ حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ : إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى . فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ .

[رواه إماما المحدثين أبو عبد الله محمد بن إسماعيل بن إبراهيم بن المغيرة بن بردزبة البخاري وابو الحسين مسلم بن الحجاج بن مسلم القشيري النيسابوري في صحيحيهما اللذين هما أصح الكتب المصنفة]



Arti Hadits / ترجمة الحديث :

Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin Al Khottob radiallahuanhu, dia berkata: Saya mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Sesungguhnya setiap  perbuatan tergantung niatnya.  Dan  sesungguhnya  setiap  orang  (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan.

(Riwayat dua imam hadits, Abu Abdullah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin Al Mughirah bin Bardizbah Al Bukhori dan Abu Al Husain, Muslim bin Al Hajjaj bin Muslim Al Qusyairi An Naishaburi dan kedua kitab Shahihnya yang merupakan kitab yang paling shahih yang pernah dikarang) .



Catatan :

Hadits ini merupakan salah satu dari hadits-hadits yang menjadi inti ajaran Islam. Imam Ahmad dan Imam syafi’i berkata : Dalam hadits tentang niat ini mencakup sepertiga ilmu. Sebabnya adalah bahwa perbuatan hamba terdiri dari perbuatan hati, lisan dan anggota badan, sedangkan niat merupakan salah satu dari ketiganya. Diriwayatkan dari Imam Syafi’i bahwa dia berkata : Hadits ini mencakup tujuh puluh bab dalam fiqh. Sejumlah ulama bahkan ada yang berkata : Hadits ini merupakan sepertiga Islam.

Hadits ini ada sebabnya, yaitu: ada seseorang yang hijrah dari Mekkah ke Madinah dengan tujuan untuk dapat menikahi seorang wanita yang konon bernama : “Ummu Qais” bukan untuk mendapatkan keutamaan hijrah. Maka orang itu kemudian dikenal dengan sebutan “Muhajir Ummi Qais” (Orang yang hijrah karena Ummu Qais).



Pelajaran yang terdapat dalam Hadits / الفوائد من الحديث :

Niat merupakan syarat layak/diterima atau tidaknya amal perbuatan, dan amal ibadah tidak akan mendatangkan pahala kecuali berdasarkan niat (karena Allah ta’ala).

Waktu pelaksanaan niat dilakukan pada awal ibadah dan tempatnya di hati.

Ikhlas dan membebaskan niat semata-mata karena Allah ta’ala dituntut pada semua amal shalih dan ibadah.

Seorang mu’min akan diberi ganjaran pahala berdasarkan kadar niatnya.

Semua perbuatan yang bermanfaat dan mubah (boleh) jika diiringi niat karena mencari keridhoan Allah maka dia akan bernilai ibadah.

Yang membedakan antara ibadah dan adat (kebiasaan/rutinitas) adalah niat.

Hadits di atas menunjukkan bahwa niat merupakan bagian dari iman karena dia merupakan pekerjaan hati, dan iman menurut pemahaman Ahli Sunnah Wal Jamaah adalah membenarkan dalam hati, diucapkan dengan lisan dan diamalkan dengan perbuatan.

Love Is Cinta

“ Love “

Love is a give ...

Yup that’s definetely right ...

Cinta adalah rahmat dari nya ...

Karena dengan cintalah ...
Seorang ibu merelakan jiwa nya demi untuk kelahiran buah hati nya ...

Karena dengan cintalah ...
Seorang ayah merelakan diri nya berusaha sekuat tenaga demi mencari nafkah untuk anggota keluarga nya ...

Karena dengan cintalah ...
Shalahuddin Al Ayyubi tidak dapat tertawa sebelum masjid al-aqsho dapat di bebaskan untuk menebus cinta nya kepada Rabbul Izzati ...

Karena dengan cintalah ...
Para mujahid dan mujahidah rela mengorbankan harta ,
Jiwa dan raga nya untuk mendapat cinta dari yang maha mempunyai cinta ...

Allah ...

Ya ...
Dialah allah sang Ar-Rahman ...
Dengan cinta nya ...
Bumi ...   Langit ...   Planet melaju dalam alur yang harmonis ...

Dengan cinta nya ...
Angin masih menyapa tetumbuhan dan rerumputan ...

Dengan cinta nya ...
Cahaya mentari masih menerpa hangat tubuh kita ...
Kepada allah lah muara cinta yang hakiki ...

Penulis ,
Salamatul Mahbubah

Cintailah Allah

“ Cintailah Allah
Dengan Sepenuh Hati “

Jangan memuji kecantikan pelangi ...
Tapi pujilah keagungan ilahi
Yang telah menciptakan langit dan bumi

Jangan percaya dengan kata-kata pujangga ...
Tapi percayalah dengan kalam allah yang nyata

Jangan pernah merasa senang ...
Dengan selalu mengingat kekasih dunia mu
Tapi ingatlah dan sebutlah nama allah
Hingga hati mu terasa tenang

Jangan pernah sedih jika cinta mu di dustakan ...
Tetapi segeralah engkau bersedih
Jika pernah mendustakan allah

Jangan pula engkau minta cinta kepada penyair ...
Tapi mintalah cinta kepada allah
Yang memiliki cinta sejati

Cintailah allah dengan sepenuh hati ...
Agar engkau juga bisa mendapatkan cinta nya

Ya Allah yang maha penyayang
Aku mohon kepada mu
Jangan jadikan hati ini membeku seperti batu
Hingga lupa akan rahmat mu ...

Penulis ,
Salamatul Mahbubah

Hidup Dan Mati



Allahu Robbiyy
Saat Itu ...
Saat yang telah berlalu
Menambah ramai indah dunia
Menyusur sunyi relung hati
Dan akupun masih dalam pencairan ku

Allahu Robbiyy
Saat Ini ...
Saat yang sedang berlangsung
Bertanya hati dalam keraguan
Akankah diri masih dalam berpijak kaki
Esok cerah yang masih ku nanti

Allahu Robbiyy
Saat nanti ...
Saat yang akan datang
Beribu ragu.. Resah mendayu
Berjuta tanya mulai terasa
Akankah hidup masih menyapa akan hadirku

Allahu Robbiyy
Bilakah saat itu akan datang ...
Masihkah jiwa ini akan menikmati kecapan lembut halus mu
Dalam hidup ku menanti kematian
Tak tau kapan ajal menjelang

Ketika hidup menanti mati dan Ketika mati menjelang menyapa hidup
Saat pinta menyapa harap
Jadikanlah diri ini dalam naungan mu
Ketika ku harus menjalani nya ...

Penulis ,
Salamatul Mahbubah

Ya Rasulullah


Engkaulah mata air hati dan pikiran kami
Wahai teladan yang tak pernah padam

Ya nabiyallah , ya Habiballah ...
Betapa suci akhlak mu
Bagai cahaya kesucian al-qur’an
Hadirkan cintamu dalam ibadah kami
Ajarkanlah ketabahan mu dalam doa kami
Mengalirlah jihad mu dalam hati kami
Tumbuhkanlah akhlak mu dalam hidup kami

Ya nabi  ,   Ya Rasulullah ...
Pujaan hati kami , kekasih allah

Penulis ,
Salamatul Mahbubah

Mukodimah

MUKODIMAH
(Menerangkan tentang Awal Penciptaan Mahluk)

Ketahuilah, sesungguhnya Allah SWT telah mendatangkan kepadamu sesuatu yang dicintai dan diridhoiNya, ketika Allah SWT menciptakan Ruh Muhammad SAW pada awalnya dari Nur sifat Jamal (Keagungan)Nya.
Sebagaimana Allah SWT berfirman :
“Aku ciptakan Ruh Muhammad SAW dari Nur Dzat-Ku”.
Sebagaimana Nabi Muhammad SAW bersabda :
“Sesuatu yang Allah ciptakan pertama adalah Ruh-ku, Sesuatu yang Allah ciptakan pertama adalah Nur-ku, sesuatu yang Allah ciptakan pertama adalah Qolam dan sesuatu yang Allah ciptakan pertama adalah Akal”.
Yang dimaksud semuanya adalah sesuatu yang satu, yaitu Hakikat Muhammad SAW, tetapi dinamakan Nur karena terang, bersih dari kegelapan Al-Jalaliyah.
Allah Tabaroka Wata’ala berfirman :
“Sesungguhnya telah datang kepadamu dari Allah sebuah cahaya dan kitab yang jelas” QS. Al-Maidah : 15

Akal bisa menemukan segalanya, sedangkan Qolam menjadi sebab berpindahnya ilmu, seperti halnya pena yang menjadi alat berpindahnya ilmu ke dalam bentuk huruf/tulisan.
Maka Ruh Muhammad adalah bentuk yang murni, awalnya mahluk yang ada di alam semesta ini dan merupakan asal cikal bakalnya mahluk.

Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda :
“Aku diciptakan dari Allah, dan orang-orang mukmin diciptakan dari-ku”.

Dan Allah SWT menciptakan semua ruh di alam Lahut dari Nur Muhammad di dalam kesempurnaan bentuk pada hakikatnya. Muhammad adalah adalah nama global dari seluruh manusia di alam (Lahut) tersebut, yaitu yang disebut dengan Tanah Asal.
Sesudah berselang 40.000 tahun di alam lahut, kemudian Allah menciptakan ‘Arsy dan semua alam semesta dan isinya dari Nur dzatnya Nabi Muhammad SAW, maka kemudian Allah SWT memasukan para arwah tersebut kedalam ciptaanNya yang paling rendah yaitu beberapa Jasad.

Sebagaimana Allah SWT berfirman :
“Kemudian Kami masukan ia ke dalam bentuk yang paling rendah”.
QS. At-Tin : 15.

Maksudnya ialah turunnya ruh pada awalnya dari alam Lahut ke alam Jabarut, kemudian Allah memakaikan kepada mereka (ruh) sebuah pakaian yang bersal dari Nur Jabarut, yaitu sebuah pakaian yang menutupi qubul dan duburnya, maka kemudian ruh tersebut diberi nama Ruh Sulthoni. Kemudian Allah menurunkan kembali ruh yang sudah memakai pakian tersebut ke alam Malakut dan diberi pakaian kembali yang berasal dari Nur Malakut, dan mereka di beri nama dengan Ruh Ruhani, kemudian diturunkan kembali ke alam Mulki dan diberi pakaian yang berasal dari Nur Mulki dan kemudian diberi nama Ruh Jismani. Kemudian Allah menciptakan jasad dari Tanah alam mulki tersebut.

Sebagaimana Allah SWT  berfirman :
“Dari tanah Aku menjadikan kamu sekalian, dan ke dalam tanah Aku akan mengembalikan kamu dan dari dalam tanah kembali Aku membangkitkan kamu sekalian pada kehidupan yang lain”. QS. Toha : 55.

Kemudian Allah SWT memerintahkan ruh-ruh tersebut untuk masuk kedalam jasad, maka dengan perintah Allah ruh tersebut pun masuk.

Sebagaimana Allah SWT berfirman :
“ Aku tiupkan kedalam jasad roh-Ku...”. QS. Shod : 72.

Maka ketika ruh-ruh tersebut menyatu didalam jasad, mereka menjadi lupa semuanya, asal-usulnya dan tentang hari perjanjian mereka dengan Allah SWT ketika ditanya oleh Allah SWT, “Apakah Aku ini Tuhanmu? Kemudian mereka menjawab : iya!”. Dan mereka berjanji akan selalu menyebut dan mengingat-ngingat namanya sampai hari kiamat. Mereka (para ruh) lupa. Maka ruh-ruh tersebut tidak akan bisa pulang kembali ke tanah asalnya (alam Lahut), maka Allah Ar-Rohman merasa kasihan kepada mereka dengan menurunkan Kitab Samawiyah untuk mengingatkan mereka kepada tanah asalnya.

Sebagaimana Allah SWT berfirman :
“Dan Allah mengingatkan mereka akan hari-hari Allah”. QS. Ibrohim : 5.
Yaitu hari bersamanNya, Tentang perjalanan mereka yang sudah terlewat. Untuk alasan inilah para Nabi-nabi terdahulu sampai dengan diutusnya Ruh Agung yaitu Nabi Muhammad SAW yang menjadi utusan terahir dan menjadi petunjuk dari jalan yang salah, beliau dan para nabi-nabi lainnya di utus ke dunia ini dan pergi ke akhirat yaitu untuk mengingatkan ruh akan perjalanannya menuju tanah asal mereka, maka hanya sedikit sekali yang ingat, berkeinginan dan mau pulang menuju tanah asalnya (Alam Lahut).
Maka Allah SWT mengutus Nabi Muhammad SAW terhadap golongan orang-orang yang lupa, supaya mata hati mereka terbangun dan sadar dari tidur yg melelapkan, maka Nabi pun memanggil-manggil mereka untuk kembali kepada Allah SWT, berkumpul kembali dengaNya dan merasakan kembali sifat Jamal-Nya yg Azali.

Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman :
“Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata".
QS. Yusuf : 108.

Rasulullah SAW bersabda :
“Sahabat-sahabat-ku adalah umpama bintang di langit. Sesiapa daripada
mereka yang kamu ikuti, maka kamu akan temui jalan yang benar”.

Mata hati adalah bagian dari Dzatnya Ruh, yang akan terbuka di dalam jantung hati orang-orang yg sudah menjadi kekasih-nya Allah (para Auliya). Dan yang demikian tersebut tidak akan tercapai hanya dengan Ilmu Dzohir, tetapi harus dengan Ilmu Laduni Al-Bathin.

Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman :
“Dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami”.
QS. Al-Kahfi : 65.

Maka wajib hukumnya bagi tiap-tiap manusia untuk bisa mencapai hal tersebut (membuka mata hati) bagi orang-orang yang mempunyai mata hati dengan ditalqin oleh Wali Mursyid (Guru) yang mengetahui dan dapat menjelaskan tentang perjalanan ruh dari Alam Lahut dahulu. Maka wahai saudar-saudara... bergegaslah kalian semua meminta pengampunan dari Allah SWT dengan cara bertaubat dan kembali kepadaNya.

Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman :
“Dan bergegaslah kamu sekalian menuju pengampunan dari Tuhan-mu, Syurga luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa” QS. Al-Imron : 133.
Maka masuklah kalian pada jalan tersebut dan kembalilah kepada Tuhan kalian yaitu Allah SWT dengan beberapa kunci (cara) keruhanian tersebut sebelum jalan tersebut terputus dan tidak ada lagi yang menemani-mu di alam tersebut.

Oleh karena itu para Nabi-Nabi kalian menunggu dan bersusah payah dikarenakan kalian, dan tidak sekali-sekali Aku (Nabi Muhammad SAW) diturunkan ke dunia yang hina ini hanya sekedar untuk makan dan memenuhi kebutuhan badan saja, dan bukan hanya untuk memanjakan keinginan nafsu yang hina ini.

Sebagaimana Rasululloh SAW bersabda :
“Aku bersusah payah karena umat-ku yang ada di ahir zaman”.

Adapun Ilmu yang diturunkan kepadaku yaitu ada 2 macam ilmu, yaitu Ilmu Dzohir dan Ilmu Bathin, maksudnya ialah Ilmu Syari’at dan Ilmu Ma’rifat. Adapun kedudukannya Ilmu Syari’at adalah pada dzohir-ku, dan Ilmu Ma’rifat untuk bathin-ku, sampai hasil dari kumpulnya kedua ilmu tersebut yaitu Ilmu Hakikat. Seperti halnya kumpulnya pohon dan daunnya yang menghasilkan buah.

Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman :
“Terbentang 2 samudera yang saling bertemu, dan diantaranya terdapat daratan yang tak berujung”.

Maka hanya dengan mengandalkan Ilmu Dzohir, tidak akan bisa mencapai ilmu Hakikat dan tidak akan samapai pada tujuan yang dimaksud. Maka Ibadah yang sempurna ialah dengan keduanya (dzohir dan bathin), bukan dengan salah satunya saja.


Allah Ta’ala berfirman :
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku”. QS. Adzariyat : 56.
Maksudnya ialah supaya mereka mengenal dan berma’rifat.
Karena, barangsiapa yang tidak mengenal Allah SWT, bagaimana ia akan beribadah/menyembahNya.

Sesungguhnya ilmu Ma’rifat bisa dicapai dengan cara membuka/menyingkirkan hijab nafsu dari Kaca Hati, yaitu dengan cara membersihkan dan mensucikannya, sesudah hal tersebut tercapai maka akan terlihat eloknya tempat atau harta karun yang disamarkan didalam Sir Palung Hati.

Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman dalam hadist Qudsi :
“Sesungguhnya Aku berada pada suatu tempat/harta karun yang disamarkan, maka Aku senang untuk dikenal, maka aku ciptakan mahluk supaya mengenak-Ku”.
Maka, oleh karena itu jelaslah sudah, sesungguhnya Allah SWT menciptakan manusia untuk berma’rifat/mengenal kepadaNya.

Adapun Ilmu Ma’rifat itu terbagi menjadi 2 macam :
1.    Ma’rifat Sifat Allah (Mengenal sifat-sifat Allah SWT), yaitu diperuntukan bagi Jasmani di Dunia dan Akhirat.
2.    Ma’rifat Dzat Allah (Mengenal dzat Allah SWT), yaitu diperuntukan bagi Ruh Qudus di Alam Akhirat.

Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman :
“dan Kami memperkuatnya dengan Ruh Qudus”. QS. Al-Baqoroh : 87.
Dan mereka diperkuat dengan Ruh Qudus.

Dan 2 macam Ilmu Ma’rifat tersebut tidak akan berhasil tanpa dengan kedua ilmu yg sudah diterangkan sebelumnya, yaitu Ilmu Dzohir dan Ilmu Bathin.

Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda :
“Ilmu itu ada 2, Ilmu Lisan (ucapan) yaitu untuk menjadi dalil dan bukti akan adanya Allah. Dan Ilmu Jinan (Jinan) itulah yang disebut Ilmu yang dapat bermanfaat (Nafi’) ”. Yaitu dapat mencapai maksud yang dituju.
Adapun pada awalnya manusia membutuhkan Ilmu Syari’at, agar dapat berhasil usaha jasmaniyah/badannya dalam berma’rifat kepadaNya, yaitu di dalam Alam Sifat atau disebut juga Alam Derajat. Kemudian dilanjutkan dengan Ilmu Bathin, agar dapat berhasil usaha ruh dalam  berma’rifat kepadaNya. Dan hal tersebut tidak akan berhasil kecuali dengan membuang kotoran/larangan-larangan yang bertentangan dengan Syari’at dan Thoriqot, dengan cara harus siap dan menerima untuk memerangi nafsu dan bersusah payah dalam kehidupan demi hanya untuk mendapatkan ridho dari Allah SWT dengan tanpa riya (Ingin dilihat) dan sum’ah (Ingin didengar).

Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman :
“Barangsiapa mengharapkan dapat bertemu dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah sekali-kali ia mempersekutukan apapun dalam beribadat kepada Tuhannya”.
QS. Al-Kahfi : 110.

Adapun Alam Ma’rifat adalah Alam Lahut atau yang disebut dengan tanah asal yang sudah diterangkan sebelumnya. Di alam tersebut Ruh Qudus diciptakan dengan bentuk yang sempurna. Yang dimaksud dengan Ruh Qudus tersebut adalah hakikatnya manusia (Insan Hakiki) yang diletakan didalam  Palung Hati, dan bisa dzohir wujudnya dengan taubat, talqin dan membiasakan lisannya untuk selalu mengucap-ucapkan kalimat “Lailaha ilallah” pada tahap awalnya, setelah hatinya hidup kemudian kalimat “Lailaha ilallah” tersebut dibiasakan diucapkan di dalam hati. Ketika dalam keadaan rohani yang demikian (dzohir/wujudnya ruh qudsi) maka bisa sebut kembali dengan sebutan “Bocah ma’ani” karena di dalam maknanya suci kembali dari segala seperti halnya seorang bocah/bayi.
Ruh Qudus bisa dinamakan bocah karena beberapa alasan, yang pertama yaitu dilahirkannya ruh qudus dari hati, seperti halnya dilahirkannya seorang anak dari seorang ibu yang kemudian mengurus dan mendidiknya sampai anak tersebut tumbuh besar sedikit demi sedikit. Ke-dua, yaitu bahwa sesungguhnya kewajiban belajar dan pendidikan itu buat anak-anak pada umumnya, pelajaran ma’rifat pada anak tersebut (Tiflul Ma’ani) juga sama halnya. Yang ke-tiga, ialah sesungguhnya anak-anak masih bersih dari kotoran dosa dzohiriyah, maka oleh karena itu sama halnya dengan Bocah Ma’ani tersebut yang disucikan dari kotoran dosa syirik dan Ghoflah Jamaniyah (Lupa yang bangsa jasmani). Yang ke-empat, yaitu Sesungguh perumpamaan gambaran ini (bocah) ini untuk anak yang sudah besar, oleh karena itu dalam beberapa keadaan bisa juga diumpamakan dengan apa saja yang dikehendaki seperti halnya malaikat. Yang ke-lima, yaitu sesungguhnya Allah Ta’ala mensifati buah-buahan syurga dengan bocah atau anak-anak.

Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman :
“Mereka dikelilingi oleh anak-anak muda yang tetap muda”.
QS. Al-Waqi’ah : 17. 

Dan Allah SWT berfirman :
“Dan berkeliling di sekitar mereka anak-anak muda untuk (melayani) mereka, seakan-akan mereka itu mutiara yang tersimpan”. QS At-Thur : 24.

Yang ke-enam, yaitu sesungguhnya sebutan tersebut (anak-anak) di ibaratkan karena kelembutannya (ruh qudus) dan kebersihannya dari dosa. Yang ke-tujuh, yaitu mutlaknya sebutan bocah tersebut adalah bukan dilihat dari segi kecilnya, tetapi dilihat dari segi awal perjalanannya kembali yaitu sebagai manusia hakiki (ruh qudus), dinisbatkan ruh qudus selalu bersama Allah SWT seperti halnya jisim dan jasmani yang tidak terhalang (menyatu).

Seperti sabda Rasulullah SAW yang berbunyi :
“Ada saat dimana aku bersama Allah SWT, tanpa para malaikat muqorobun dan nabi yang diutus ”.
Maksunya nabi disini adalah adalah dzohirnya Nabi Muhammad SAW, Malaikat Muqorobun adalah ruh ruhani-nya Nabi yang diciptakan dari Nur Jabarut, seperti halnya para Malaikat yang tidak bisa masuk pada Alam Lahut.

Nabi Muhammad SAW bersabda :
“Sesungguhnya Allah mempunyai syurga yang di dalamnya tidak ada bidadari-bidari, gedung, lautan madu dan susu. Yang ada hanya melihat Dzat-nya Allah”.

Sebagaimana Allah SWT berfirman :
“Banyak wajah-wajah pada hari itu berseri-seri”. QS. Qiyamah : 22.

Rasulullah SAW bersabda :
“Akan datang masanya dimana kamu bisa memandang Tuhan-mu seperti halnya kamu sekalian memandang rembulan”.
Dalam keadaan tersebut apabila ada satu mahluk walaupun itu malaikat, maka akan terbakar.

Pembukaan

BISMILLAHIRROHMANIRROHIM

Segala puji bagi Allah SWT, Dzat yang Maha Kuasa lagi Maha Mengetahui. Dzat yang Maha Adil lagi Maha Pemurah. Tuhan yang disembah oleh seluruh isi semesta alam, Dzat yang Maha Mengasihi, yang menurunkan pengingat (Al-Qur’an) yang menjadi hukum kepada utusan (Rasulullah SAW) denan agama (Islam) yang kuat, yaitu jalan kebenaran (sirotol mustaqim).
Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada utusan terahir yang menjadi petunjuk/ penyelamat dari jurang kesalahan, yang merupakan utusan termulia dengan diturunkannya kitab yang paling mulia (Al-Qur’an) diantara kitab-kitab lainnya. Dialah Muhammad SAW, seorang Nabi yang bersifat umi (dari kalangan jelata/bodoh tapi dapat mengerti segala sesuatu tanpa melalui proses belajar), yang berasal dari bangsa ‘Arab dan dapat dipercaya. Dan juga semoga selalu tercurahkan terhadap para sahabatnya yang terpilih, yang menjadi petunjuk bagi orang-orang yang yg membutuhkan petunjuk dan pertolongan.
Setelah membaca bismillah, hamdallah, sholawat serta salam.
Adapun silsilah Syekh ‘Abdul Qodir Al-Jailani adalah sebagai berikut :
Syekh ‘Abdul Qodir Al-Jailani Al-Hasan Husain bin Imam assayid Abi sholih Musa Janki Dawsta, bin Imam Sayid Abdullah, bin Imam Sayid Yahya Zahid, bin Imam Sayid Muhammad, bin Imam Sayid Dawud, bin Imam Sayid Musa, bin Imam Sayid Abdullah, bin Imam Sayid Abdullah, bin Imam Sayid Musa Al-jawni, bin Imam Sayid Abdullah Al-Muhdi, bin Imam Sayid Hasan Musana, bin Imam Hamam yaitu sayidina Hasan As-subtho, bin Sayid Amirul Mu’minin Abil Hasan Walhusain yaitu Sayidina ‘Ali  bin Abi Tholib R.A. Semoga keridhoan Allah SWT selalu menyertai mereka semua.
Adapun nasab Syekh Abdul Qodir Al-Jailani dari jalur Ibu adalah sebagai berikut :
Syekh Abdul Qodir Al-Jailani, bin Sayidah Fatimah, binti Sayid Abdullah As-shoma’iyi Az-Zahid, bin Sayid Abi Jamaludin Muhammad, bin Sayid Abu ‘Atho Abdullah, bin Sayid Kamaludin ‘Isa, bin Sayid Imam Abi ‘Alaudin Muhammad Al-Jawad, bin Sayid Imam ‘Ali Ar-Ridho, bin Sayid Imam Musa Al-Kadzim, bin Imam Ja’far Shodiq, bin Imam Muhammad Baqir, bin Imam Zainal ‘Abidin Ali, bin Imam Hamam Husain Syahid Karbala, bin Sayidina Ali bin Abi Tholib RA.
Sesudah kita fahami bahwasanya “Ilmu” itu merupakan Pengayom yang paling mulia, agung derajatnya, tinggi kedudukannya dan modal yang paling bermanfaat, maka dengan ilmu juga bisa mengantarkan (washilah) untuk bisa mentauhidkan Allah Ar-Robbul Alamin, dan membenarkan seluruh utusanNya. Maka jadilah para Ulama menjadi hamba Allah yang dikhususkan, yaitu orang-orang yang ditetapkan Allah untuk selalu memberikan pelajaran-pelajaran tentang agamaNya, orang-orang yang diberikan petunjuk dan dipilih oleh Allah SWT. Mereka (para Ulama) adalah pewaris dan menjadi pengganti para Nabi.

Sebagaimana Allah SWT berfirman :
“Maka kemudian Aku wariskan (turunkan) kitab terhadap orang-orang yang Aku pilih dari kalangan hamba-hambaKu, Sebagian dari mereka Dzolim terhadap sendirinya, sebagian lagi tidak mempunyai pendirian (yaitu orang-orang yang kebaikan dan keburukannya seimbang) dan sebagian lagi mereka yang selalu berlomba-lomba didalam kebaikan” QS.

Rasulullah Bersabda :
“Ulama adalah Pewaris Ilmu para Nabi”.

Dicintai oleh para ahli langit dan seluruh hewan didaratan dan lautan selalu memintakan maghfirih untuk mereka sampai hari kiamat.



Allah SWT berfirman :
“Sesungguhnya para Ulama adalah hamba-hambaKu yang takut kepadaKu”. QS.

Rasulullah SAW bersabda :
“Allah akan membangkitkan semua mahluk pada hari kiamat, kemudian Allah memisahkan golongan Ulama”. Kemudian Allah berkata kepada mereka : “Wahai para Ulama... Sesungguhnya Aku tidak akan menyia-nyiakan ilmuKu yang ada pada diri kalian kecuali karena ilmuKu yang ada pada kalian, maka Aku akan memberi Adzab siksa bagi siapa saja yang menyia-nyiakan ilmuKu yang ada pada kalian, maka bergegaslah kalian menuju syurga dan Aku memberikan MaghfirohKu kepada kalian”.
Segala puji bagi Allah Ar-Robbul Alamin di setiap waktu dan tempat, yaitu Dzat yang menciptakan beberapa Alam Derajat sebagai tempat  pelindung bagi orang-orang yang Ahli Ibadah. Dan menciptakan Alam Qurbah untuk orang-orang Ahli Ma’rifat.

 Dan sesungguhnya ada sebagian santri memintaku untuk mengumpulkan atau membuat sebuah tulisan (karangan) sebagai pelengkap bagi orang-orang yang sudah merasa cukup, maka kemudian aku membuat sebuah karangan untuk memenuhi permintaan mereka (sebagian santri) supaya bisa menjadi penjawab dan pengobat bagi bagi mereka dan yang lainnya. Aku menamakannya “Sirrul Asror” menerangkan tentang sesuatu yang dibutuhkan oleh orang-orang Ahli Kebaikan.
Sesungguhnya aku menjelaskan didalamnya tentang ilmu yang dicari pada umumnya, yaitu didalam Ilmu Syariat, Thoriqot dan Hakikat, dan aku menjadikannya dalam beberapa bagian, yaitu Mukodimah dan 24 fasal atau bab, sama dengan jumlah huruf yang ada di kalimat “Lailaha ilallah Muhammadurosulullah” dan jumlah jam dalam sehari semalam.

Adapun perinciannya adalah sebagai berikut :

-    Mukodimah (Menerangkan tentang Awal penciptaan mahluk)
-    Fasal 1 (Tentang kembalinya manusia ke tanah asalnya).
-    Fasal 2 (Tentang turunnya manusia ke dunia).
-    Fasal 3 (Tentang tempat-tempatnya Ruh didalam jasad).
-    Fasal 4 (Tentang beberapa Ilmu)
-    Fasal 5 (Tentang Taubat dan Talqin).
-    Fasal 6 (Tentang Ahli Tasawuf).
-    Fasal 7 (Tentang beberapa Dzikir).
-    Fasal 8 (Tentang Saratnya Dzikir).
-    Fasal 9 (Tentang Melihat Allah SWT).
-    Fasal 10 (Tentang Hijab Kegelapan dan Hijab Cahaya).
-    Fasal 11 (Tentang Kebahagiaan dan Celaka).
-    Fasal 12 (Tentang Orang-orang Fakir).
-    Fasal 13 (Tentang Toharoh Syari’at dan Thoriqot).
-    Fasal 14 (Tentang Beberapa Sholat Syari’at dan Sholat Thoriqot).
-    Fasal 15 (Tentang Thoharoh Ma’rifat Di Alam Tajrid).
-    Fasal 16 (Tentang Zakat Syri’at dan Zakat Thoriqot).
-    Fasal 17 (Tentang Puasa Syari’at dan Puasa Thoriqot).
-    Fasal 18 (Tentang Haji Syari’at dan Haji Thoriqot).
-    Fasal 19 (Tentang Kasmaran dan Kesucian).
-    Fasal 20 (Tentang Khalwat dan ‘Uzlah).
-    Fasal 21 (Tentang Beberapa Wiridan Khalwat).
-    Fasal 22 (Tentang Kejadian di waktu tidur dan bangun).
-    Fasal 23 (Tentang Ahli Tasawuf).
-    Fasal 24 (Tentang Penutupan).

Tidak ada pertolongan kecuali hanya oleh Allah dan kepadaNya aku kembali.